Selasa, 06 Desember 2011

Laporan Pratikum


Laporan Pratikum
 Dasar Perlindungan Tanaman
“Analisis Agroekosistem Tanaman Pangan”

Asisten : ANDIKA.


 








Oleh:
YASIROTUL QUDSIYAH
FITRI APRIYANI 105040113111007
NURIYAN QIROMA
RIZKI



 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.           Latar Belakang
Manusia telah mengubah ekosistem alam secara luas sejak mulai mengenal pemukiman. Mereka membersihkan hutan dan lahan rumput untuk mengusahakan tanaman bahan makanan dan bahan makanan ternak untuk dirinya dan ternaknya melalui berbagai pengalaman. Mereka mengembangkan pertanian dengan membersihkan tanah, membajaknya, menanam tanaman musiman dan memberikan unsur-unsur yang diperlukan, seperti pupuk dan air. Setelah menghasilkan kemudian dipanen. Sejak menebar benih sampai panen tanaman pertanian sangat tergantung alam, gangguan iklim, hama dan penyakit. Agroekosistem (ekosistem pertanian) ditandai oleh komunitas yang monospesifik dengan kumpulan beberapa gulma. Ekosistem pertanian sangat peka akan kekeringan,fros t, hama/penyakit sedangkan pada ekosistem alam dengan komunitas yang kompleks dan banyak spesies mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap gangguan iklim dan makhluk perusak. Dalam agroekosistem, tanaman dipanen dan diambil dari lapangan untuk konsumsi manusia/ternak sehingga tanah pertanian selalu kehilangan garam-garam dan kandungan unsur-unsur antara lain N, P, K, dan lain-lain. Untuk memelihara agar keadaan produktivitas tetap tinggi kita menambah pupuk pada tanah pertanian itu.

1.2.           Tujuan
Adapun tujuan dari latarbelakang diatas, yaitu untuk mengetahui :
1.      Definisi dan analisis agroekosistem.
2.      Komponen agroekosistem dan interksinya.
3.      Ambang ekonomi dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.
4.      Kriteria agroekosistem yang sehat.
5.      Pengendalian hama terpadu.

1.3.           Manfaat
Adapun manfaat dari tujuan diatas yaitu untuk dapat memahami secara langsung aagroekosistem, komponen agroekosistem beserta interaksinya, ambang ekonomi dan pengendalian organisme pengganggu tanaman, kriteria – kriteria agroekosistem yang sehat, dan pengendalian hama terpadu.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Agroekosistem dan Analisis Agroekosistem
            Agroekosistem adalah ekosistem di lingkungan pengelolaan pertanian, yang terkait dengan ekosistem lainnya. (Anonymous. 2011)
Agroekosistem menunjukan adanya aktifitas atau campur tangan masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem.  Istilah pertanian  dapat diberi makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi  dan bahan lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Pranaji, 2006)
Agroekosistem didefinisikan sebagai ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh manusia guna memenuhi kebutuhan pangan.(Anonymous,2011)
Agroekosistem adalah satuan fungsi dan struktur yang ada dalam proses pertanian atau bercocok tanam yang bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal, dan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan manusia (sandang, pangan, dan papan). (Anonymous, 2011)
Analisis agroekosistem adalah􀀩Keberhasilan suatu sistem pertanian tidak hanya ditentukan oleh hasil yang diperoleh tetapi juga didasarkan pada berbagai komponen baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. (Setiawan Agus, 2009)

2.2. Komponen Agroekosistem dan Interaksinya
􀀩Komponen dasar agroekosistem adalah :
 Produktivitas adalah ukuran kuantitatif menilai dan jumlah produksi per unit tanah atau masukan.
 Stabilitas adalah terus-menerus dari produksi di bawah diberikan set lingkungan, ekonomi
dan manajemen kondisi
.
Equibilitas  adalah ukuran dari seberapa merata produk ekosistem  didistribusikan antara
produsen dan konsu
men.
Sustanibilitas kemampuan suatu agroekosistem untuk utama produksi melalui waktu, dalam menghadapi langkah panjang kendala ekologi dan tekanan ekonomi.
2.3. Ambang ekonomi pengendalian OPT
Batas ambang ekonomis serangan hama dan penyakit perlu diidentifikasi sehingga perlakukan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman tepat sasaran, tujuan dan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan (Mubyar.1986).
Ambang ekonomis merupakan suatu tingkat atau batas toleransi serangan hama dan penyakit terhadap tanaman budidaya. Jika hama dan penyakit yang  terdapat pada areal budidaya tanaman berada dibawah ambang ekonomis maka tidak perlu dilakukan pengendalian hama dan penyakit tersebut. Sedangkan jika keberadaan hama dan penyakit pada areal pertanaman tersebut diatas ambang ekonomis maka perlu dilakukan pengendalian (Kusnadi.1980).

2.4. Kriteria Agroekosistem yang Sehat
·        Produktivitas
Suatu upaya peningkatan produksi per satuan waktu. Untuk menambah produksi dari tanaman harus mengadopsi mekanisasi baru pertanian.
·        Stabilitas
Maksudnya adalah melihat kestabilan dari suatu lahan. Gambaran fluktuasi hasil panen setiap waktu yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit.
·        Sustainabilitas
Merupakan gambaran ketahanan sistem budidaya pertanian terhadap perubahan lingkungan/ ekonomi. Dari sini akan terjadi perubahan yang menekan dan perubahan yang mengejutkan. Perubahan yang menekan itu seperti bencana alam, sedangkan perubahan yang mengejutkan seperti yang tidak terlihat tetapi akibat dari perubahan itu terlihat.


·        Ekuitabilitas
Produksi pertanian dapat memberikan keutungan yang rata atau tidak rata untuk sebagian orang. Contoh: Ketika usaha tani tinggi maka dampaknya adalah sebagian orang dapat menikmati hasil dari usaha tani tersebut.
2.5. PHT (Pengendalian Hama Terpadu)
PHT adalah upaya yang terencana dan terkoordinasi untuk melembagakan penerapan prinsip-prinsip PHT oleh petani dalam usaha taninya serta memasyarakatkan pengertian-pengertian PHT dikalangan masyarakat umum dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. “Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan 13rganism pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan salah satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup” (Anonimous, 1994) 
1.      Menjamin kemantapan swasembada pangan.
2.      Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani.
3.      Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam menyebarluaskan penerapan PHT sehingga dapat tercipta pemabngunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit melalui pengendalian hama terpadu (PHT) dengan cara memperhitungkan atau menganalisa sejauh mana organisme penyebab hama dan penyakit tersebut mengganggu tanaman budidya yang disebut dengan batas ambang ekonomis (Budianto.2002)







BAB III
METODE
3.1. Waktu Pengamatan
            Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2011 pukul 14.45-16.00
3.2. Lokasi Pengamatan
            Pengamatan tentang Agroekosistem dilaksanakan di Dusun Guyangan,Desa Tlogomas,Lowok Waru Malang, Jawa Timur.
3.3. Komoditas yang Diamati
            Komoditas yang kami amati di Desa Tlogomas yaitu komoditastanaman pangan padi
3.4.           Data Lahan
Cara pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara secara langsung kepada petani yang dilakukan dilahan pertanian milik pak tani tersebut.
            Adapun data lahan dari pengamatan kami yaitu:
            Nama pemilik                                       : Tamaji
Sejarah lahan                                        : Sebelum ditanam padi, lahan tersebut ditanami cabe. Sebelum bawang merah ditanami Tomat.
Luas Lahan                                           : 2000 m2
Sistem Budidaya                                   : Rotasi tanaman, jarak tanam antar tanaman 20cm.
Kendala PHT                                       : Tanah sudah overdosis dengan pestisida,  sehingga musuh alami mati.
Upaya dalam PHT                                : Pestisida
Frekuensi pemakaian pestisida  : 15 hari sekali
Jenis pestisida                                       : tonakron, antrakron
Kondisi sekitar lahan                             : tomat, cabe, padi, jagung.
Irigasi lahan                                          : Air sungai
Hama utama                                         : belalang hijau
 Penyakit utama                                    : potong leher pada padi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4-1 Hasil
4.1.1 Kondisi Agroekosistem Dan Pengelolaannya
SYARAT TUMBUH
Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur19-270C , memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 - 7.
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

A.Benih
Dengan jarak tanam 25 x 25 cm per 1000 m2 sawah membutuhkan 1,5-3 kg. Jumlah ideal benih yang disebarkan sekitar 50-60 gr/m2. Perbandingan luas tanah untuk pembenihan dengan lahan tanam adalah 3 : 100, atau 1000 m2 sawah : 3,5 m2 pembibitan
B.Perendaman Benih

Benih direndam POC NASA dan air, dosis 2 cc/lt air selama 6-12 jam. tiriskan dan masukkan karung goni, benih padi yang mengambang dibuang. Selanjutnya diperam menggunakan daun pisang atau dipendam di dalam tanah selama 1 - 2 malam hingga benih berkecambah serentak.

C.Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Persemaian diairi dengan berangsur sampai setinggi 3 - 5 cm. Setelah bibit berumur 7-10 hari dan 14-18 hari, dilakukan penyemprotan POC NASA dengan dosis 2 tutup/tangki.
D. Pemindahan benih

Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 21-40 hari, berdaun 5-7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang hama dan penyakit.
F. Pemupukan

Pemupukan seperti pada tabel berikut, dosis pupuk sesuai dengan hasil panen yang diinginkan. Semua pupuk makro dicampur dan disebarkan merata ke lahan sesuai dosis.
G. PENGOLAHAN LAHAN RINGAN

Dilakukan pada umur 20 HST, bertujuan untuk sirkulasi udara dalam tanah, yaitu membuang gas beracun dan menyerap oksigen.

H.PENYIANGAN
Penyiangan rumput-rumput liar seperti jajagoan, sunduk gangsir, teki dan eceng gondok dilakukan 3 kali umur 4 minggu, 35 dan 55.
I.                   PENGAIRAN

Penggenangan air dilakukan pada fase awal pertumbuhan, pembentukan anakan, pembungaan dan masa bunting. Sedangkan pengeringan hanya dilakukan pada fase sebelum bunting bertujuan menghentikan pembentukan anakan dan fase pemasakan biji untuk menyeragamkan dan mempercepat pemasakan biji.
J. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

· Hama putih (Nymphula depunctalis)

Gejala: menyerang daun bibit, kerusakan berupa titik-titik yang memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi. Pengendalian: (1) pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami, menggugurkan tabung daun; (2) menggunakan BVR atau Pestona · ·Padi Thrips (Thrips oryzae)

Gejala: daun menggulung dan berwarna kuning sampai kemerahan, pertumbuhan bibit terhambat, pada tanaman dewasa gabah tidak berisi. Pengendalian: BVR atau Pestona.
· Wereng penyerang batang padi: wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), wereng padi berpunggung putih (Sogatella furcifera) dan Wereng penyerang daun padi: wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan N. impicticep).

Merusak dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Gejala: tanaman padi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil. Pengendalian: (1) bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, IR 48, IR- 64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; (2) penyemprotan BVR
· Walang sangit (Leptocoriza acuta)

Menyerang buah padi yang masak susu. Gejala buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak; pada daun terdapat bercak bekas isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam.Pengendalian: (1) bertanam serempak, peningkatankebersihan, mengumpulkan dan memusnahkan telur, melepas musuh alami seperti jangkrik, laba-laba; (2) penyemprotan BVR atau PESTONA
·Penyakit kresek/hawar daun

Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae) Gejala: menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering dan mati. Pengendalian: (1) menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36, IR 46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan; (2) pengendalian diawal dengan GLIO
· Penyakit kerdil

Penyebab: virus ditularkan oleh wereng coklat Nilaparvata lugens. Gejala: menyerang semua bagian tanaman, daun menjadi pendek, sempit, berwarna hijau kekuning-kuningan, batang pendek, buku-buku pendek, anakan banyak tetapi kecil. Pengendalian: sulit dilakukan, usaha pencegahan dengan memusnahkan tanaman yang terserang ada mengendalikan vector dengan BVR atau PESTONA.
· Penyakit tungro

Penyebab: virus yang ditularkan oleh wereng hijau Nephotettix impicticeps. Gejala: menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman kurang sempurna, daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang, pembungaan tertunda, malai kecil dan tidak berisi. Pengendalian: menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR 52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42 dan mengendalikan vektor virus dengan BVR.
K. PANEN DAN PASCA PANEN

·Panen dilakukan jika butir gabah 80 % menguning dan tangkainya menunduk
· Alat yang digunakan ketam atau sabit

· Setelah panen segera dirontokkan malainya dengan perontok mesin atau tenaga manusia
· Usahakan kehilangan hasil panen seminimal mungkin

Setelah dirontokkan diayaki (Jawa : ditapeni)

· Dilakukan pengeringan dengan sinar matahari 2-3 hari

· Setelah kering lalu digiling yaitu pemisahan gabah dari kulit bijinya.

· Beras siap dikonsumsi.

Kondisi agroekosistem pada dusun Guyangan,Desa Tlogomas,Lowok Waru, ini sebenarnya termasuk dalam kondisi yang tidak sehat. Hanya saja dusun ini mempunyai topografi daerah yang cukup bagus, karena desa ini tidak terlalu terletak pada daerah pegunungan sehingga pembentukan lahan untuk pertanian masih bisa ditata secara baik. Tidak seperti penataan pada lahan pertanian di daerah Cangar, disana pembentukan terasering yang seharusnya berlapis dari atas ke bawah tetapi di Cangar bentuk teraseringnya adalah sejajar dan menurun. Kondisi yang seperti itu biasanya sangat berpotensi terjadi erosi ataupun longsor.
Mengapa agroekosistem daerah ini bisa dikatakan tidak sehat? Karena pada dusun Guyangan, ini tanah atau lahan pertaniannya sudah terlalu banyak mengandung bahan kimia karena para petani di desa tersebut sering menggunakan pupuk kimia dibandingkan dengan pupuk organik. Kondisi yang seperti itu sebenarnya sudah sangat merugikan. Hal itu disebabkan karena semakin banyak kandungan kimia yang terkandung dalam tanah maka akan merusak tekstur serta struktur dari tanah di daerah tersebut. Tidak hanya itu, musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman para petani juga sudah tidak ada karena sudah keracunan dengan terlalu seringnya menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida yang berlebihan.
Hal demikian itu, mengakibatkan agroekosistem dari daerah tersebut tidak bagus karena tidak ada yang dapat menyeimbangkan populasi dari hama. Seharusnya jumlah populasi hama yang ada harus ada penyeimbangnya yaitu adanya populasi dari musuh alami. Campur tangan manusia pun seharusnya tidak begitu banyak. Sebenarnya manusia hanya bertugas untuk mengontrol adanya ambang ekonomi dari suatu hama. Jika musuh alami sudah tidak dapat memakan hama yang begitu banyak barulah manusia turut andil dalam pembasmian hama tersebut. Tetapi yang ada di daerah ini malah musuh alaminya sudah dapat dikatakan tidak ada lagi dan para petani lebih senang menggunakan pupuk kimia dan juga terlalu banyak menggunakan pestisida yang dosis pemakainannya juga sudah tidak pada takaran yang seharusnya. Pupuk yang digunankan pun difungsikan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah mereka yang sudah kering dan sedikit kandungan bahan organiknya.

4.1.2 Kendala Pengelolaan Agroekosistem Oleh Petani (Kendala HPT)
Kendala yang dirasakan oleh petani pada dusun Guyangan, ini adalah timbulnya penyakit seperti potong leher pada tanaman pangan mereka. Selain itu, kondisi tanah yang agak kering dan keras mengakibatkan mereka harus lebih sering mengolah tanah pada lahan pertanian mereka. Kondisi yang seperti ini sebenarnya sudah mereka rasakan sejak beberapa puluh tahun tang lalu. Menurut mereka kondisi tersebut terjadi karena seringnya mereka menggunakan pestisida dan juga pupuk kimia. Bagi para petani harga pupuk kimia lebih murah dibandingkan dengan pupuk alami dan juga tersedia di toko penyedia bahan pertanian. Sedangkan pupuk alami lebih mahal harganya dan sudah sulit dicari. Pada zaman dahulu para petani masih mau membuat pupuk alami sendiri, namun seiring berkembangnya zaman mereka sudah enggan membuat sendiri karena sudah ada pilihan pupuk kimia yang diproduksi oleh pabrik. Para petani menyadari akan dampak seringnya menggunakan pupuk kimia tanpa diimbangi dengan pupuk alami.
Selain masalah pupuk kimia yang lebih dipilih dan sering digunakan adapula kendala lain bagi para petani, yaitu penggunaan pestisida dengan dosis yang berlebihan mengakibatkan hilangnya musuh alami. Para petani berpikir bahwa serangga atau organisme apapun yang ada pada tanaman budidaya itu merupakan hama. Tanpa disadari hewan seperti semut rang-rang dan laba-laba merupakan musush alami yang dapat membantu petani untuk mengurangi populasi ulat yang menyerang. Akibat dari tanah yang sudah mengalami overdosis terhadap bahan-bahan kimia maka pada Dusun guyangan, ini sudah tidak ada musuh alaminya lagi. Serta penyakit yang sering muncul bagi tanaman sawi petani adalah busuk daun.

4.1.3 Upaya Untuk Mengatasi Kendala Pengelolaan Agroekosistem Oleh Petani
Begitu banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala yang dialami oleh para petani, hanya saja akibat pengetahuan para petani yang seadanya dan pemberian penyuluhan yang belum diterapkan seutuhnya maka para petani hanya menggunakan cara-cara yang dianggap benar dan cepat. Cara-cara yang digunakan adalah dengan menggunakan pestisida saat hama seperti ulat menyerang tanaman pangan mereka. Bagi para petani penyakit yang menggerogoti tanaman-tanaman mereka sudah sangat merugikan sehingga walaupun jumlah populasi penyaki sangat banyak petani sudah menyemprot lahannya dengan pestisida.
Seharusnya penggunaan pestisida itu adalah saat jumlah populasi hama itu benar-benar sangat banyak hingga merugikan tidak hanya bagi tanaman pangan tetapi juga bagi masyarakat sudah sangat menganggu.

4.1.4 Ambang Ekonomi Oleh Petani
Ambang ekonomi adalah batas toleransi yang diberikan manusia terhadap serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya. Dari pengamatan yang telah dilakukan, ambang ekonomi yang ada pada dusun tersebut sebenarnya masih dalam taraf yang dapat di toleransi. Saat pengamatan petani yang di wawancara adalah petani sawi manis. Menurutnya, batas ambang ekonomi bagi tanaman sawinya adalah jika kerusakan yang terjadi pada tanaman padinya sudah mencapai 45% dengan kondisi yang berlubang, dan dilakukan selama 15 hari sekali. Jika itu sudah terjadi maka tanaman tersebut harus dilakukan penyemprotan pestisida, karena jika dibiarkan menurut petani tersebut akan menurunkan nilai ekonomi dari sawi tersebut dan bisa sampai tidak laku saat dijual.

4.1.5 Penerapan PHT Di Daerah Tersebut
Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada dusun guyangan, desa tlogomas, petani tidak menggunakan PHT. PHT sendiri merupakan cara pengendalian hama dengan tidak menggunakan bahan kimia tetapi menggunakan musuh alami sebagai pembasmi hama.

4.2 Pembahasan
4.2.1.kondisi agroekosistem dilapang
Kondisi agroekosistem pada dusun Guyangan,Desa Tlogomas,Lowok Waru, ini sebenarnya termasuk dalam kondisi yang tidak sehat. Hanya saja dusun ini mempunyai topografi daerah yang cukup bagus, karena desa ini tidak terlalu terletak pada daerah pegunungan sehingga pembentukan lahan untuk pertanian masih bisa ditata secara baik. Tidak seperti penataan pada lahan pertanian di daerah Cangar, disana pembentukan terasering yang seharusnya berlapis dari atas ke bawah tetapi di Cangar bentuk teraseringnya adalah sejajar dan menurun. Kondisi yang seperti itu biasanya sangat berpotensi terjadi erosi ataupun longsor.
Mengapa agroekosistem daerah ini bisa dikatakan tidak sehat? Karena pada dusun Guyangan, ini tanah atau lahan pertaniannya sudah terlalu banyak mengandung bahan kimia karena para petani di desa tersebut sering menggunakan pupuk kimia dibandingkan dengan pupuk organik. Kondisi yang seperti itu sebenarnya sudah sangat merugikan. Hal itu disebabkan karena semakin banyak kandungan kimia yang terkandung dalam tanah maka akan merusak tekstur serta struktur dari tanah di daerah tersebut. Tidak hanya itu, musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman para petani juga sudah tidak ada karena sudah keracunan dengan terlalu seringnya menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida yang berlebihan.

                        Dari data yang diperoleh, didadapat hal-hal yang bisa ditelaah tentang kondisi agroekosistem. Terkait tentang masalah kondisi lahan, kendala pengolahan agroekosistem, upaya PHT, penerapan PHT, sampai pada ambang ekonomi.  Lahan yang berlokasi di daerah Guyungan tersebut sebenarnya belum bisa dikatagorikan lahan yang berkondisi baik, hanya saja lahan tersebut terletak di ranah topografi yang cukup baik sehingga cukup mendukung untuk kegiatan pertanian yang produktif. Serta keadaan lereng yang tidak terlalu seperti di daerah cangar selain mendukung produktifitas pertanian juga menghindari dari kondisi alam yang buruk seperti erosi dan longsor.
            Akan tetapi sebenarnya yang jadi masalah di pengolahan lahan ini adalah sudah tidak sehatnya lahan akibat terlalu banyak diberi makan bahan kimia, entah itu dari segi pemberian pestisida atupun pupuk. Kondisi yang seperti itu sebenarnya sudah sangat merugikan. Hal itu disebabkan karena semakin banyak kandungan kimia yang terkandung dalam tanah maka akan merusak tekstur serta struktur dari tanah di daerah tersebut. Tidak hanya itu, musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman para petani juga sudah tidak ada karena sudah keracunan dengan terlalu seringnya menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida yang berlebihan.
           4.2.2.analisi kendala
Hal ini juga bisa menyebabkan kendala yang signifikan pada pengolahan agroekosistemnya. Kondisi yang telah disebabkan oleh makin sedikitnya BO membuat tekstur dan struktur tanha sudah tidak remah dan gembur lagi, sehingga tampak agak keras. Kondisi tanah yang agak kering dan keras mengakibatkan mereka harus lebih sering mengolah tanah pada lahan pertanian. Termasuk dari kendala lainnya adalah lebih mahalnya produk pupuk ataupun pestisida organik dibanding dengan yang kimia, para petani merasa lebih enak dengan cara instan, dan belum banyak taunya petani bahwa kematian organisme sebangsa musuh alami itu tidak baik.
          4.2.3.Pengelolaan Agroekosistem yang baik
Pada pertanaman monokultur sangat sulit dilakukan pengendalian hayati yang tepat dan efisien karena kurang jelasnya penampakan efektif dari musuh alami dan adanya gangguan beberapa perlakuan dalam sistem ini. Sebaliknya pada pertanama polikultur, sumber-sumber daya tertentu untuk musuh-musuh alami telah tersedia karena adanya keragaman tanaman, lebih mudah untuk dimanipulasi dan tidak digunakannya pestisida. Mengganti atau menambah keragaman pada agroekosistem yang telah ada dapat dilakukan agar musuh alami efektif dan populasinya meningkat
dengan cara:
1. Menyediakan inang alternatif dan mangsa pada saat kelangkaan populasi inang
2. Menyediakan pakan (tepung sari dan nektar) parasitoid dewasa
3. Menjaga populasi hama yang dapat diterima pada waktu tertentu untuk
memastikan kelanjutan hidup dari musuh alami Strategi peningkatan musuh alami tergantung dari jenis herbivora dan musuh-musuh alaminya, komposisi dan karakteristik tanaman, kondisi fisiologis tanaman, atau efek langsung dari spesies tanaman tertentu. Ukuran keberhasilan peningkatan musuh alami juga dipengaruhi oleh luasnya areal pertanian, karena mempengaruhi kecepatan perpindahan imigrasi, emigrasi dan waktu efektif dari musuh alami tertentu di lahan pertanian. Seluruh strategi peningkatan keragaman yang digunakan harus didasarkan pada pengetahuan akan kebutuhan ekologis dari musuh-musuh alami. Untuk meningkatkan keefektifan musuh alami dapat dilakukan dengan memanipulasi sumber daya non target (mis.: inang atau mangsa alternatif, nektar, tepungsari, ruang dan waktu), sehingga bukan hanya kelimpahan sumber-sumber daya non-target saja yang dapat mempengaruhi populasi musuh alami, tetapi juga ketersediaan distribusi spatial dan dispersi sementara. Manipulasi sumber-sumber daya non-target akan merangsang musuh alami membentuk koloni habitat, sehingga meningkatkan kemungkinan musuh alami tetap tinggal pada habitatnya dan berkembang biak

          4.2.4. penerapan PHT
Lalu tentang aral penanggulangannya para petani hanya menggunakan cara-cara yang dianggap benar dan cepat. Cara-cara yang digunakan adalah dengan menggunakan pestisida saat hama seperti ulat menyerang tanaman pangan mereka. Bagi para petani penyakit yang menggerogoti tanaman-tanaman mereka sudah sangat merugikan sehingga walaupun jumlah populasi penyaki sangat banyak petani sudah menyemprot lahannya dengan pestisida. Bicara masalah penanggulangan tentunya ada hubungannya dengan ambang ekonomi. Ambang ekonomi adalah batas toleransi yang diberikan manusia terhadap serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya. Dari pengamatan yang telah dilakukan, ambang ekonomi yang ada pada dusun tersebut sebenarnya masih dalam taraf yang dapat di toleransi. Saat pengamatan petani yang di wawancara adalah petani sawi manis. Menurutnya, batas ambang ekonomi bagi tanaman sawinya adalah jika kerusakan yang terjadi pada tanaman padinya sudah mencapai 45% dengan kondisi yang berlubang, dan dilakukan selama 15 hari sekali. Jika itu sudah terjadi maka tanaman tersebut harus dilakukan penyemprotan pestisida, karena jika dibiarkan menurut petani tersebut akan menurunkan nilai ekonomi dari sawi tersebut dan bisa sampai tidak laku saat dijual.
Dan tentang implementasi PHT, pada studi kasus lahan ini tidak menggunakan PHT. Karena esensi dari penggunaan PHT adalh kombinasi dari pestisida kimia dan musuh alami sebagai pengusir OPT. Sedangkan pada lahan ini tidak menggunakan hal demikian.



BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
ü      Agroekosistem adalah ekosistem di lingkungan pengelolaan pertanian, yang terkait dengan ekosistem lainnya.
ü      Komponen agroekosistem: produktifitas, stabilitas, sustainibilitas, ekuibilitas
ü      Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan 13rganism pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan salah satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup
ü      Ambang ekonomi adalah batas toleransi yang diberikan manusia terhadap serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya

5.2  Saran
Dalam praktikum kali ini, kami mendapat poin pembelajaran yang lebih. Hal ini dikarenkan kami terjun langsung dan melihat keadaan pertanian. Ini tentunya bisa membuat apa yang kami lihat mudah diingat dan dipaham. Selanjutnya sebaiknya sering-sering seperti ini.














DAFTAR PUSTAKA
Kakinohana, H. 1997. Okinawa project to prevent reestablishment of the melon fly, actrocera cucurbitae and the Oriental fruit fly, Bactroceradorsalis, after eradication. The third Asia Pasific Conf. of Entomol. (APCE III). 38p.
Katti, G., I.C. Pasalu, N.R.G. Verma & K. Krishnaiah. 2001. Integration of pheromone mass trapping and biological control as an alternate strategy for management of yellow stem borer and leaf folder in rice.  Indian J. Entomol. 63:325-328.
Kogan, M. 1999. Integrated Pest Management: Constructive Criticism or            Revolutionism?Phytoparasitica 27(2):1-6.
Koperasi Ditjen BSP. 2004. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan.
               Jakarta. 490 hal.
Landis, D.A., S.D. Wratten & G.A. Gurr. 2000. Habitat management to conserve natural                        enemies of arthropod pests in agriculture. Annual
Review of Entomology 45: 175-201.
Listyaningrum, W.Y.A. Trisyono & A. Purwantoro. 2003. Seleksi resistensi
                 Plutella xylostella terhadap deltametrin. Agrosains 16:135-140.
Nuryanti, N.S.P. 2001. Kepekaan Beberapa Populasi Plutella xylostella di
                 Jawa Tengah dan Yogyakarta terhadap Deltametrin, Bacillus
thuringiensis dan Khlorfluazuron. Tesis. Fakultas Pertanian UGM
                yogyakarta. 69 hal.
Pranadji, T. & Saptana. 2005. Pengelolaan serangga
Tobing, M.C., A.Z. Siregar, Lisnawita & Meiriani. 2009. Penggunaan
                  protozoa Sarcocystis singaporensis (Apicomplexa: Sarcocystidae)
                  untuk pengendalian tikus sawah Rattus argentiventer. J. Hama dan
                  Penyakit Tumbuhan Tropika 9(1):39-45.
Trisyono, Y.A. 2006. Refleksi dan Tuntutan Perlunya Manajemen Pestisida. Pidato
ngukuhan Guru Besar UGM Yogyakarta.
Untung, K. 2004. Dampak pengendalian hama terpadu terhadap
pendaftaran dan penggunaan pestisida di Indonesia. J. Perlin. Tan.
Indo. 10:1-7.
Van Driesche, R.G. & T.S. Bellows Jr. 1996. Biological Control. Chapman
and Hall. New York.
Van Emden, H.F & Z.T. Dabrowski. 1997. Issues of biodiversity in pest
management. Insect Science and Applications 15:605-620.
Vandermeer, J. & I. Perfecto. 1995. Breakfast of biodiversity. Food First
Books, Oakland, California.
Wiryadiputra, S. 2006. Penggunaan perangkap dalam pengendalian hama
penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei). Pelita
Perkebunan 22(2): 101—118
http://www.pdfwindows.com/pdf/ambang-ekonomi-hama/























DATA SOSIAL-EKONOMI
Text Box: Pertanyaan Satuan 
Status pemilikan Lahan
Total lahan usaha
- Milik sendiri
- Sewa
- Lain-lain
Harga sewa lahan usaha 
Ha
Ha
Rp. 1.500.000/ 2000 m2
Ha
Rp.1.500.000 Milik sendiri / sewa / lain-lain
Lamanya Usaha Tahun  
Input Produksi
- Jumlah buruh penggarap
- Kebutuhan benih
- Banyaknya pupuk anorganik yang digunakan
- Banyaknya pupuk organik yang digunakan
- 
- Jumlah upah buruh
- Biaya pembelian benih
- 
- Biaya pembelian pupuk anorganik
- Biaya pembelian pupuk organik
- Biaya pembelian pestisida
- Biaya pemanenan
Total biaya input produksi 
3 Orang Rp. 20.000/ 0,5 hari
18 Kg
Sp 36 dan Phonska 2 Kg
Kg atau kuintal

Rp 20.000.
Rp.150.000/ 20kg
Rp.
Rp.
Rp.300.000
Rp.
Rp. 
Output Produksi
- Total hasil panen
- Dikonsumsi keluarga
- Dijual
- Harga jual seluruhnya
Total 
Kuintal atau ton
Kuintal
Kuintal
Rp.
Rp. 
 Nama Petani/Pengusaha        :TAMAJI













LAMPIRAN







Sabtu, 29 Oktober 2011


BAB I
PENDAHULUAN
Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk dalam famili Iridaceae. Gladiol berasal dari bahasa latin “Gladius” yang berarti pedang kecil, seperti bentuk daunnya. Berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia sejak 2000 tahun. Tahun 1730 mulai memasuki daratan Eropa dan berkembang di Belanda. Tanaman gladiol yang termasuk subklas Monocotyledoneae, berakar serabut, dan tanaman ini membentuk pula akar kontraktil yang tumbuh pada saat pembentukan subang baru. Kelebihan dari bunga potong gladiol adalah kesegarannya dapat bertahan lama sekitar 5-10 hari dan dapat berbunga sepanjang waktu. Gladiol di produksi sebagai bunga potong yang mempunyai nilai ekonomi. Dan memiliki nilai estetika. Bunga potong juga merupakan sarana peralatan tradisional, agama, upacara kenegaraan dan keperluan ritual lainnya.
Sentra produksi bunga gladiol di Indonesia untuk daerah Jawa Barat terdapat di Parongpong (Bandung), Salabintana (Sukabumi) dan Cipanas (Cianjur). Di Jawa tengah terdapat di daerah Bandungan (Semarang) sedangkan di Jawa Timur berada di daerah Batu (Malang). Gladiol diproduksi sebagai bunga potong yang mempunyai nilai ekonomi dan memiliki nilai estetika. Bunga potong juga merupakan sarana peralatan tradisional, agama, upacara kenegaraan dan keperluan ritual lainnya.
Gladiol merupakan salah satu bunga potong yang paling banyak dicari, baik untuk hiasan di gedung pesta atau di rumah huni. Tanaman gladiol akan berbunga sekitar 60-90 hari setelah tanam. Ukuran bunganya yang relatif besar membuatnya eye catching dan pantas dibeli. Gladiol juga kaya warna. Ada gladiol merah muda, putih bergaris ungu, oranye muda, oranye, kuning, gladiol dua warna, dan tentunya putih.
Hasil penelitian tahun 1988, Indonesia mengenal 20 varietas gladiol dari Belanda kemudian diuji multi lokasi di kebun percobaan Sub Balai Penelitian Hortikultura Cipanas. Tiga varietas diantaranya memiliki penampilan yang paling indah, (warna dan bentuknya berbeda dengan gladiol lama), yaitu: White godness (putih), Tradehorn (merah jingga), dan Priscilla (putih). Ragam jenis bunga gladiol adalah :
Gladiolus gandavensis, berukuran besar, susunan bunga terlihat bertumpang tindih, panjang 90-150 cm.Gladiolus primulinus. berukuran kecil, sangat menarik. Bertangkai halus tetapi kuat dan panjangnya mencapai 90 cm.Gladiolus ramosus. Panjang tangkai bunga 100-300 cm.Gladiolus nanus. Tangkai bunga melengkung, dan panjang hanya 35 cm.
Beberapa kultivar bunga gladiol lainnya yang telah di uji di Indonesia adalah: Red Majesty, Priscilla, Oscar, Rose Supreme, Sanclere, Dr. Mansoer, Albino, Salem, Marah Api, Queen Occer, Ceker dan lain sebagainya. Sementara itu, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) telah menghasilkan empat varietas gladiol, yaitu, Dayang Sumbi , Kaifa , Clara , dan Nabila .














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.      Klasifikasi Bunga Gladiol
Klasifikasi tanaman gladiol adalah sebagai berikut:
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Pteropsida
Klas : Angiospermae
Subklas : Monocotyledoneae
Ordo : Iridales
Famili : Iridaceae
Genus : Gladiolus
Spesies : Gladiolus hybridus
2.      Morfologi Bunga Gladiol
Morfologi
            Sebagai ciri tanaman yang termasuk sub klas Monocotyledonae , tanaman gladiol berakar serabut.  Namun tanaman gladiol juga membentuk akar kontraktil yang tumbuh pada saat pembentukan subang baru.  Akar tersebut berdaging dengan diameter sekitar 0,7 cm dan berwarna putih yang berfungsi menyangga dan menmpatkan subang baru pada lapisan tanah yang tepat, sehingga bila subang induk telah mengkerut maka subang baru akan terletak pada lokasi yang lebih dalam .Akar kontraktil mempunyai sejumlah rambut halus yang berfungsi sebagai penyerap air dan organ penyimpan sementara.  Subang baru terus berkembang untuk menggantikan sibang induk yang semakin mengkerut diikuti dengan mengecilnya diameter akar kontraktil.
            Subang (corm) adalah batang yang termodifikasi menjadi bulat pipih dan mengandung buku, ruas dan mata tunas.  Subang terjadi dari ruas tunas terbawah yang membengkak dan menghasilkan  organ persediaan makanan yang mampu berfungsi sebagai alat reproduksi.  Anak subang juga dapat berfungsi sebagai alat pembiakan vegetatif namun membutuhkan waktu lama untuk hingga saat menghasilkan bunga berukuran standar, yaitu antara dua sampai empat tahun.
            Daun gladiol berbentuk meruncing dan memanjang ke atas dengan panjang sekitar  50-80 cm dan lebar 1-4 cm, tersususn tumpang tindih pada bagian dasar  dan berjumlah 1-12 helai.  Tanaman berbunga setelah mempunyai daun minimal 8 helai.
            Bunga gladiol mempunyai tabung berbentuk corong yang melebar pada bagian ujungnya.  Bunga terdiri dari kelopak dan mahkota  yang masing-masing terdiri atas tiga helai yang tidak sama besar, dan menyempit di bagian pangkalnya. Bunga tersusun dari banyak bunga yang disebut floret berbentuk tandan dan berasal dari sumbu terminal , yang berjumlah 8-20 kuntum.  Jumlah floret  tergantung pada kultivar dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti cahaya , suhu dan kelembaban.  Floret berbentuk bundar , segitiga atau seperti anggrek dan penampakan petal dapat polos, mengkerut, menggelambir. menekuk keluar atau melancip [ada bagian ujung.  Ukuran floret sangat bervariasi, dari yang kecil berukuran 2 cm sampai yang besar berdiameter 18 cm atau lebih.  Floret tersusun satu-satu atau sejajar dan ada pula yang berpasangan.
Berdasarkan ukuran floret kultivar gladiol  diklasifikasikan ke dalam 5 kelas, yaitu dari ukuran kurang dari 6,4 cm sampai lebih dari 14 cm, dan berdasrakan warnanya ke dalam 10 kelas warna dari putih hingga kecoklatan serta kepekatan warna dari pucat hingga kelam.
Inisiasi bunga terjadi pada saat daun ketiga muncul dan berakhir kira-kira bersamaan denganterbentuknya daun keenam atau daun ketujuh.  Primordia bunga muncul setelah seluruh daun terbentuk, yaitu sekitar 60 hari setelah tanam. Seminggu setelah penyerbukan bakal buah membesar dan terus berkembang menjadi buah.  Buah berwarna hijau sampai kemerah-merahan tergantung kultivar, berbentuk lonjong.  Biji gladiol berwarna coklat dan jika sudah tua bersayap , sehingga dapat tersebar oleh angin jika terlambat dipanen.  Pecahnya buah gladiol menunjukkan bahwa buah telah masak dan dapat segera dipanen.  Biji gladiol tidak mengalami masa dormansi , berkecambah sekitar 1 minggu setelah tanam.
3.      Varietas atau jenis tanaman gladiol
Hasil penelitian tahun 1988, Indonesia mengenal 20 varietas gladiol dari Belanda kemudian diuji multi lokasi di kebun percobaan Sub Balai Penelitian Hortikultura Cipanas. Tiga varietas diantaranya memiliki penampilan yang paling indah, (warna dan bentuknya berbeda dengan gladiol lama), yaitu: White godness (putih),Tradehorn (merah jingga), dan Priscilla (putih). Ragam jenis bunga gladiol adalah :
·        Gladiolus gandavensis, berukuran besar, susunan bunga terlihat bertumpang tindih, panjang 90-150 cm.
·        Gladiolus primulinus. berukuran kecil, sangat menarik. Bertangkai halus tetapi kuat dan panjangnya mencapai 90 cm.
·        Gladiolus ramosus. Panjang tangkai bunga 100-300 cm.
·        Gladiolus nanus. Tangkai bunga melengkung, dan panjang hanya 35 cm.
Beberapa kultivar bunga gladiol lainnya yang telah di uji di Indonesia adalah: Red Majesty, Priscilla, Oscar, Rose Supreme, Sanclere, Dr. Mansoer, Albino, Salem,Marah Api, Queen Occer, Ceker dan lain sebagainya.
4.      Syarat Pertumbuhan
·        Iklim
a.       Gladiol membutuhkan curah hujan rata-rata 2.000-2500 mm/tahun. Di Indonesia gladiol dapat ditanam sepanjang tahun, baik pada musim kemarau maupun musim hujan.
b.      Tanaman gladiol membutuhkan sinar matahari penuh untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan kurang optimal akan menyebabkan bunga mengering dan floret tidak terbentuk secara normal. Kekurangan cahaya terjadi pada waktu pembentukan daun ke 5, 6, dan 7, yang menyebabkan kekeringan tampak pada kuncup bunga saja. Kultifat Eurovision, Peter, Friendship, Jessica, dan Mascagni kurang peka terhadap cahaya matahari.
c.       Tanaman gladiol tumbuh baik pada suhu udara 10-25 derajat C. Suhu udara ratarata kurang dari 10 derajat C akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat, jika berlangsung lama pertumbuhan tanaman dapat terhenti. Suhu udara maksimum pertumbuhan gladiol adalah 27 derajat C, kadang-kadang dapat menyesuaikan diri sampai suhu udara 40 derajat C, bilakelembaban tanah dan tanaman relatif tinggi.
·        Media Tanam
a.       Jenis tanah yang cocok untuk tanaman gladiol adalah andosol dan latosol yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik.
b.      Tanaman bunga gladiol dapat tumbuh subur diatas tanah yang memiliki pH 5,5-
·        Ketinggian Tempat
Tanaman gladiol dapat tumbuh dengan baik di daerah ketinggian 500-1500 m dpl dan beriklim sejuk.







BAB III
PEDOMAN BUDIDAYA
3.1 Pembibitan
Bibit dapat berasal dari pembiakan generatif, vegetatif, dan kultur jaringan. Umumnya, pembibitan yang berasal dari vegetatif dan kultur jaringan lebih cepat dapat dipetik hasilnya dari pada pembibitan dengan cara generatif.
1.      Persyaratan Benih
Bibit dari subang bibit yang baik menghasilkan bunga berdiameter minimum 2,5 cm, kecuali untuk kultivar Golden Boy yang cukup berdiameter 1 cm. Bibit harus dipilih yang sehat, tidak cacat. Bibit vegetatif yang baik yang mempunyai daya kecambah lebih dari 90%. Bibit generatif harus berasal dari induk dengan pertumbuhan baik dan cukup umur.
2.      Penyiapan Benih
Perbanyakan generatif gladiol dengan biji, digunakan untuk mendapatkan kultivar baru bukan untuk tujuan bibit produksi. Biji didapat dengan cara penyerbukan buatan dibantu manusia. Perbanyakan vegetatif gladiol dilakukan dengan menggunakan umbi (anak subang), bibit belah (subang belah), kultur jaringan maupun suspensi sel. Umbi dan anakan umbi diambil dari tanaman yang sudah dipanen.
Teknik kultur jaringan merupakan salah satu cara alternatif untuk menanggulangi kendala-kendala dalam perbanyakan secara konvensional. Bibit (subang) yang dibutuhkan untuk 1 hektar lahan adalah sekitar 213.063 buah. Subang dan anak subang yang akan dijadikan bibit tidak dapat segera tumbuh bila ditanam meskipun pada lingkungan tumbuh yang cocok dan optimal, karena memerlukan masa dormansi. Selama masa dormansi subang dan anak subang yang telah kering disimpan ditempat yang beraliran udara baik dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Subang yang telah dipisahkan dari batangnya disimpan selama 2 minggu.
3.      Teknik Penyemaian Benih
Biji gladiol dapat langsung disemai, tanpa mengalami masa dormansi, biji akan berkecambah setelah 7-12 hari. Daun yang tumbuh dari biji hanya berjumlah 1-2 helai. Tanaman tumbuh sampai kira-kira 5 bulan dan menghasilkan anak subang yang berdiameter kurang dari 1 cm. Anak subang ini kemudian memasuki masa dormansi.


4.      Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
Penanaman gladiol dengan bibit anak subang yang baru muncul dari stolon yang menghubungkan subang induk dengan subang baru. Perbanyakan dengan menggunakan anak subang yang berdiameter sekitar 1,0 cm memerlukan 2 kali penanaman untuk mencapai ukuran subang yang dapat menghasilkan bunga. Penanaman pertama dari anak subang tersebut memerlukan waktu sekitar 4 bulan hingga panen subang kecil. Subang kecil hasil panen pertama akan berdiameter sekitar 2 cm. Subang kecil setelah dipanen akan mengalami masa dormansi minimal 3,5 bulan. Setelah masa dormansi terlewati, subang kecil dapat ditanam kembali. Waktu yang diperlukan untuk penanaman kedua kira-kira sama dengan waktu penanaman pertama.Subang dari panenan kedua akan berdiameter 3 cm dan merupakan bibit yang siap berbunga. Untuk rata-rata setiap kultivar gladiol, anak subang yang berdiameter sekitar 1 cm akan menjadi subang bibit yang siap berbunga dalam waktu 16 bulan.
5.       Pemindahan Bibit
Bibit gladiol siap ditanam bila sudah melewati masa dormansinya dengan cirri munculnya akar berupa tonjolan kecil berwarna putih melingkar dibagian bawah subang. Pecahnya dormansi juga ditandai dengan munculnya mata tunas. Bila tunas mencapai tinggi 1 cm, maka subang siap ditanam. Penanaman yang terlambat menyebabkan tunas semakin tinggi dan akar semakin panjang,sehingga akan terjadi kerusakan akar pada waktu penanaman,
3.2  Pengolahan Media Tanam
1.      Persiapan
Lahan yang akan di tanami gladiol perlu di ukur pH tanahnya. Bila sesuai dengan pH tanah yang disyaratkan, lakukan pengukuran luas lahan yang akan ditanami. Kemudian analisa jenis tanah, apa bila lahan tersebut sebelumnya pernah ditanami gladiol sebaiknya tanah didiamkan minimal selama satu tahun.
2.      Pembukaan Lahan
Lahan yang telah dianalisa, diukur dan dibersihkan dari gulma, batu-batuan, serta tanaman liar lain, kemudian bajak dan dicangkul sampai gembur. Pengolahan lahan sebaiknya dilakukan 2 minggu sebelum tanam.
3.      Pembentukan Bedengan
Bila pemanenan bunga dilakukan setiap saat, maka lahan yang digunakan sebaiknya dibuat beberapa petak. Pemetakan lahan dimaksudkan agar dapatdiatur mana untuk lahan yang akan diolah, ditanami, dan dipanen. Pada setiap petakan dibuat selokan (saluran air), agar drainase baik dan tanaman dapat tumbuh dengan subur. Lahan selanjutnya diberi pupuk dasar agar tanah tidak kekurangan unsur haranya. Luas arel petakan dibuat sesuai dengan kebutuhan, Bila kebutuhan pasar sebanyak 1.000 tangkai setiap dua minggu, maka dibutuhkan lahan seluas 600 m2. Lahan dibuat menjadi 7 petak dengan luas setiap petak 72 m2.
4.       Pengapuran
Pengapuran dilakukan pada tanah yang memiliki derajat kemasaman tanah (pH) kurang dari 5,5.
5.       Pemupukan
Pemberian pupuk dasar dilakukan pada saat tanam. Pupuk yang diberikan adalah yang mengandung unsur N, K, Ca dan P, yang diberikan sesuai dosis yang dianjurkan.
3.3. Teknik Penanaman
1.      Penentuan Pola Tanam
Tanaman gladiol dapat ditanam dengan sistem guludan atau tanpa guludan. Jika pengairan menggunakan cara leb, maka penanaman sebaiknya dengan guludan agar air irigasi tidak merusak struktur tanah. Beberapa hal yang perlu diketahui dalam cara penanaman adalah tempat dan waktu penanaman serta jarak dan kedalaman tanaman. Tempat penanaman gladiol harus terkena cahaya matahari langsung. Atap plastik yang tembus cahaya dan bersih digunakan untuk
menghindari kerusakan akibat hujan. Jadwal penanaman disesuaikan dengan kebutuhan berkisar antara 60-80 hari, karena umur tanaman tergantung pada kultivarnya.
2.      Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat dengan mencangkul lahan sedalam 10-15 cm, untuk subang berdiameter ≥2,5 cm.
3.       Cara Penanaman
Subang ditanam setelah masa dormansi sekitar 3,5 bulan. Cara penanaman dengan guludan, yang disesuaikan dengan kedalaman tanam subang gladiol. Bila kedalaman 10-15 cm, maka tinggi guludan dibuat ≥15 cm dengan anggapan bahwa lapisan tanah atas lambat laun akan menurun. Bila dilakukan tanpa guludan maka sering kali tanaman rebah atau tangkai bunga bengkok yang
menyebabkan turunnya kualitas bunga. Kerapatan tanaman perlu diperhatikan karena menentukan kekekaran tanaman dan kualitas bunga. Jika jumlah tanaman per meter persegi terlalu banyak, maka tanaman akan menjadi lemah dan panjang. Semakin kecil diameter subang maka kerapatan tanam semakin besar. Untuk anak subang berdiameter kurang dari 1 cm, biasanya ditanam dalam barisan pada guludan. Jarak tanam untuk subang berdiameter ≥4 cm adalah 20 x 20 cm sedangkan untuk subang yang berdiameter lebih kecil ditanam lebih rapat.
Dalam menentukan kedalaman tanam yang perlu diperhatikan adalah tekstur tanah dan waktu tanam. Pada tekstur tanah yang berat, (tanah liat dan berlempung) subang harus ditanam lebih dangkal dari pada tanah yang ringan dan berpasir. Pada musim kemarau subang ditanami lebih dalam disbanding musim penghujan. Suhu tanah akan lebih rendah pada tempat yang lebih dalam.Letak bibit yang dangkal, terutama pada tanah berpasir, akan mengakibatkan tanaman mudah rebah.
4.      Pemberian Ajir
Pemberian ajir pada tanaman bunga gladiol dilakukan apabila tanaman rebah atau tangkai bunga bengkok yang menyebabkan turunnya kualitas bunga. Hal ini dapat terjadi bila penanaman bunga dilakukan tanpa menggunakan guludan.
3.4. Pemeliharaan Tanaman
1.Penyiangan
Penyiangan gulma pada pertanaman anak subang penting karena gulma dapat menutupi pertumbuhan anak subang sehingga pertumbuhan terhambat dan menyulitkan dalam pemanenan. Penyiangan biasa dilakukan sebelum pemberian pupuk N (saat berumur sekitar 25 hari setelah tanam) dan dilakukan tiga kali dalam satu siklus tanaman.
2.      Pembubunan
Pembubunan dilakukan bersamaan waktunya dengan penyiangan, untuk menjaga agar subang baru yang tumbuh tidak terlihat di atas tanah.
3.      Pemupukan
Tanaman gladiol memerlukan pemupukan agar tanaman tumbuh cepat dan berproduksi dengan baik. Jumlah pupuk yang diberikan sangat bervariasi tergantung pada tekstur tanah, keadaan lingkungan, curah hujan, pengairan dan kandungan hara di dalam tanah. Pada tanah berpasir, diperlukan pemupukan lebih sering terutama pada musim penghujan. Pemupukan dilakukan dua kali (umur 20 hari dan 45 hari setelah penanaman). Dosis pemupukan gladiol 90-135 kg N (diberikan sebagian dalam bentuk nitrat, sebagian lagi amonium), 90-180 kg P (sebagai P2O5) dan 110-180 kg K (sebagai K2O) per hektar pada tanah berpasir. Pupuk diberikan tidak sekaligus, pertama saat tanam, ( pupuk K dan P), setelah tanam membentuk 2-3 helai daun diberikan pupuk N sepertiga dosis. Pemberian pupuk N kedua dan ketiga masing-masing dilakukan pada saat mulai terbentuknya primordia bunga dan setelah panen bunga. Pemupukan terakhir sangat penting guna pembesaran subang dan pembentukan anak subang. Pupuk yang digunakan biasanya TSP dan Urea, masing-masing sebanyak satu sendok teh untuk setiap tanam.
4.      Pengairan dan penyiraman
Pengairan harus diperhatikan karena drainase berpengaruh terhadap tanaman.Penyiraman dilakukan hanya apabila tanah mulai kering (musim kemarau).
5.      Waktu Penyemprotan Pestisida
Kerusakan tanaman gladiol dapat disebabkan oleh hama atau penyakit, yang dapat diatasi dengan pestisida yang tepat. Penanggulangan serangan hama digunakan pestisida padat (Aldikarb), dengan dosis 300 gram/100 m2 air.Digunakan pestisida cair (Permetrin dan deltametrin) dosis 5 cc per 100 m2.Pemberantasan penyakit digunakan pestisida Procymidon, dosis 5 gram/100 m2, atau Kaptofol, dosis 400 gram/100 liter air. Pemberian pestisida sebaiknya setelah tanaman berumur 50 hari.
3.5 Hama Dan Penyakit
1. Hama
a.      Thrips gladiol (Taeniothrips simplex / Mor)
Hama ini sering dijumpai disetiap area pertanaman gladiol di seluruh dunia, yang dapat menimbulkan kerusakan berat (di lapangan).
Gejala: bercak-bercak berwarna keperak-perakan pada permukaan daun, merusak jaringan daun/bunga dan mengisap cairan yang keluar dari bagian tanaman dengan menggunakan alat mulutnya. Tanaman yang terserang hama ini akan timbul bercak-bercak putih dan akhirnya menjadi coklat dan mati. Serangga muda (nimfa) berwarna kuning pucat dan lebih suka makan pada bagian bunga dan kuncup. Panjang tubuh hama dewasa 2,5 mm, berbentuk ramping, pipih, berwarna coklat tua atau hitam.
Pengendalian: dapat dilakukan dengan penyiangan gulma atau dengan menggunakan insektisida yang mengandung dimetoat, endusolfan, formothion, karbaril, merkaptodimetur dan metomil.
b.      Kutu putih (Pseudococcus sp.)
Gejala: menyerang umbi gladiol saat penyimpanan, dan di lapangan, dengan menusukan alat mulutnya kedalam umbi untuk menghisap cairan tanaman, sehingga tunas/akar terhambat pertumbuhannya dan gagal panen. Pada serangan berat umbi jadi keriput, kering dan mati. Ukuran tubuh serangga dewasa betina 4 mm dan mampu bertelur sampai 200 butir (diletakan berkelompok).
Pengendalian: merendam subang dalam larutan insektisida 30-60 menit, yang mengandung bahan aktif asefat, nikotin, triazofos, kuinalfos dan lainnya.
c.       Ulat pemakan daun (Larva Lepidoptera)
Gejala: hama ini menyerang dengan membuat lubang-lubang pada permukaan daun dan bunga. Bentuk, warna, ukuran larva-larva sebagai minor pest pada tanaman gladiol sangat bervariasi, tergantung pada spesiesnya. Panjang ulat famili Lymantriidae mencapai 3,5-4,0 cm. Penanggulangan: menyemprot insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis.
2. Penyakit
a.       Layu fusarium (Penyakit busuk kering fusarium)
Penyebab: cendawan F. oxysporum var. gladiol atau F. orthoceras var gladiol.
Gejala: daun gladiol yang terserang menguning, agak memilin. Pada serangan yang lebih lanjut, pertumbuhan tanaman kerdil dan mudah patah. Pada subang yang terserang tampak bercak dan dalam keadaan lembab hifa patogen yang berwarna putih seperti kapas menutupi permukaan bercak tadi dan menjalar kebagian tanaman lainnya.
Pengendalian: menyimpan subang ditempat tidak lembab serta merendam sebelum ditanam, kedalam larutan suspensi fungisida benlate selama 30 menit.
b.      Busuk kering
Penyebab: cendawan Botrytis cinerea atau B. gladiolorum.
Gejala: bunga berbintik-bintik, berkembang menjadi bercak-bercak, subang yang terserang busuk daun bintik-bintik agak kelabu, kemudian berkembang menjadi bercakbercak berwarna hitam keabu-abuan. Pengendalian: menganginkan (mengeringkan) subang yang dipanen sebelum disimpan pada tempat yang kering
atau dengan menyemprotkan fungisida captan, zineb atau nabam.
c.       Busuk keras

Sabtu, 22 Oktober 2011

oriflame.......?

Menjadi Consultant Oriflame

Mendaftar sekarang dan bergabung bersama dunia kecantikan yang penuh kesenangan!

  • DAPATKAN KEUNTUNGAN LANGSUNG 30%

    Sebagai salah satu Consultant kami Anda akan mendapatkan keuntungan langsung 30% untuk seluruh rangkaian produk kecantikan kami yang berkualitas.
  • JADILAH BOS ANDA SENDIRI

    Anda yang memutuskan kapan dan seberapa sering Anda ingin bekerja. Investasi satu-satunya yang dibutuhkan untuk membangun bisnis Anda bersama Oriflame adalah waktu dan semangat.
  • BERSENANG-SENANG!

    Menjadi Consultant Oriflame menyenangkan untuk Anda. Anda akan mempunyai kesempatan untuk bertemu orang-orang baru, keliling dunia dan mengikuti acara-acara kecantikan dan kegiatan menarik lainnya.