Selasa, 06 Desember 2011

Laporan Pratikum


Laporan Pratikum
 Dasar Perlindungan Tanaman
“Analisis Agroekosistem Tanaman Pangan”

Asisten : ANDIKA.


 








Oleh:
YASIROTUL QUDSIYAH
FITRI APRIYANI 105040113111007
NURIYAN QIROMA
RIZKI



 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.           Latar Belakang
Manusia telah mengubah ekosistem alam secara luas sejak mulai mengenal pemukiman. Mereka membersihkan hutan dan lahan rumput untuk mengusahakan tanaman bahan makanan dan bahan makanan ternak untuk dirinya dan ternaknya melalui berbagai pengalaman. Mereka mengembangkan pertanian dengan membersihkan tanah, membajaknya, menanam tanaman musiman dan memberikan unsur-unsur yang diperlukan, seperti pupuk dan air. Setelah menghasilkan kemudian dipanen. Sejak menebar benih sampai panen tanaman pertanian sangat tergantung alam, gangguan iklim, hama dan penyakit. Agroekosistem (ekosistem pertanian) ditandai oleh komunitas yang monospesifik dengan kumpulan beberapa gulma. Ekosistem pertanian sangat peka akan kekeringan,fros t, hama/penyakit sedangkan pada ekosistem alam dengan komunitas yang kompleks dan banyak spesies mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap gangguan iklim dan makhluk perusak. Dalam agroekosistem, tanaman dipanen dan diambil dari lapangan untuk konsumsi manusia/ternak sehingga tanah pertanian selalu kehilangan garam-garam dan kandungan unsur-unsur antara lain N, P, K, dan lain-lain. Untuk memelihara agar keadaan produktivitas tetap tinggi kita menambah pupuk pada tanah pertanian itu.

1.2.           Tujuan
Adapun tujuan dari latarbelakang diatas, yaitu untuk mengetahui :
1.      Definisi dan analisis agroekosistem.
2.      Komponen agroekosistem dan interksinya.
3.      Ambang ekonomi dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.
4.      Kriteria agroekosistem yang sehat.
5.      Pengendalian hama terpadu.

1.3.           Manfaat
Adapun manfaat dari tujuan diatas yaitu untuk dapat memahami secara langsung aagroekosistem, komponen agroekosistem beserta interaksinya, ambang ekonomi dan pengendalian organisme pengganggu tanaman, kriteria – kriteria agroekosistem yang sehat, dan pengendalian hama terpadu.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Agroekosistem dan Analisis Agroekosistem
            Agroekosistem adalah ekosistem di lingkungan pengelolaan pertanian, yang terkait dengan ekosistem lainnya. (Anonymous. 2011)
Agroekosistem menunjukan adanya aktifitas atau campur tangan masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem.  Istilah pertanian  dapat diberi makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi  dan bahan lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Pranaji, 2006)
Agroekosistem didefinisikan sebagai ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh manusia guna memenuhi kebutuhan pangan.(Anonymous,2011)
Agroekosistem adalah satuan fungsi dan struktur yang ada dalam proses pertanian atau bercocok tanam yang bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal, dan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan manusia (sandang, pangan, dan papan). (Anonymous, 2011)
Analisis agroekosistem adalah􀀩Keberhasilan suatu sistem pertanian tidak hanya ditentukan oleh hasil yang diperoleh tetapi juga didasarkan pada berbagai komponen baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. (Setiawan Agus, 2009)

2.2. Komponen Agroekosistem dan Interaksinya
􀀩Komponen dasar agroekosistem adalah :
 Produktivitas adalah ukuran kuantitatif menilai dan jumlah produksi per unit tanah atau masukan.
 Stabilitas adalah terus-menerus dari produksi di bawah diberikan set lingkungan, ekonomi
dan manajemen kondisi
.
Equibilitas  adalah ukuran dari seberapa merata produk ekosistem  didistribusikan antara
produsen dan konsu
men.
Sustanibilitas kemampuan suatu agroekosistem untuk utama produksi melalui waktu, dalam menghadapi langkah panjang kendala ekologi dan tekanan ekonomi.
2.3. Ambang ekonomi pengendalian OPT
Batas ambang ekonomis serangan hama dan penyakit perlu diidentifikasi sehingga perlakukan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman tepat sasaran, tujuan dan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan (Mubyar.1986).
Ambang ekonomis merupakan suatu tingkat atau batas toleransi serangan hama dan penyakit terhadap tanaman budidaya. Jika hama dan penyakit yang  terdapat pada areal budidaya tanaman berada dibawah ambang ekonomis maka tidak perlu dilakukan pengendalian hama dan penyakit tersebut. Sedangkan jika keberadaan hama dan penyakit pada areal pertanaman tersebut diatas ambang ekonomis maka perlu dilakukan pengendalian (Kusnadi.1980).

2.4. Kriteria Agroekosistem yang Sehat
·        Produktivitas
Suatu upaya peningkatan produksi per satuan waktu. Untuk menambah produksi dari tanaman harus mengadopsi mekanisasi baru pertanian.
·        Stabilitas
Maksudnya adalah melihat kestabilan dari suatu lahan. Gambaran fluktuasi hasil panen setiap waktu yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit.
·        Sustainabilitas
Merupakan gambaran ketahanan sistem budidaya pertanian terhadap perubahan lingkungan/ ekonomi. Dari sini akan terjadi perubahan yang menekan dan perubahan yang mengejutkan. Perubahan yang menekan itu seperti bencana alam, sedangkan perubahan yang mengejutkan seperti yang tidak terlihat tetapi akibat dari perubahan itu terlihat.


·        Ekuitabilitas
Produksi pertanian dapat memberikan keutungan yang rata atau tidak rata untuk sebagian orang. Contoh: Ketika usaha tani tinggi maka dampaknya adalah sebagian orang dapat menikmati hasil dari usaha tani tersebut.
2.5. PHT (Pengendalian Hama Terpadu)
PHT adalah upaya yang terencana dan terkoordinasi untuk melembagakan penerapan prinsip-prinsip PHT oleh petani dalam usaha taninya serta memasyarakatkan pengertian-pengertian PHT dikalangan masyarakat umum dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. “Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan 13rganism pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan salah satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup” (Anonimous, 1994) 
1.      Menjamin kemantapan swasembada pangan.
2.      Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani.
3.      Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam menyebarluaskan penerapan PHT sehingga dapat tercipta pemabngunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit melalui pengendalian hama terpadu (PHT) dengan cara memperhitungkan atau menganalisa sejauh mana organisme penyebab hama dan penyakit tersebut mengganggu tanaman budidya yang disebut dengan batas ambang ekonomis (Budianto.2002)







BAB III
METODE
3.1. Waktu Pengamatan
            Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2011 pukul 14.45-16.00
3.2. Lokasi Pengamatan
            Pengamatan tentang Agroekosistem dilaksanakan di Dusun Guyangan,Desa Tlogomas,Lowok Waru Malang, Jawa Timur.
3.3. Komoditas yang Diamati
            Komoditas yang kami amati di Desa Tlogomas yaitu komoditastanaman pangan padi
3.4.           Data Lahan
Cara pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara secara langsung kepada petani yang dilakukan dilahan pertanian milik pak tani tersebut.
            Adapun data lahan dari pengamatan kami yaitu:
            Nama pemilik                                       : Tamaji
Sejarah lahan                                        : Sebelum ditanam padi, lahan tersebut ditanami cabe. Sebelum bawang merah ditanami Tomat.
Luas Lahan                                           : 2000 m2
Sistem Budidaya                                   : Rotasi tanaman, jarak tanam antar tanaman 20cm.
Kendala PHT                                       : Tanah sudah overdosis dengan pestisida,  sehingga musuh alami mati.
Upaya dalam PHT                                : Pestisida
Frekuensi pemakaian pestisida  : 15 hari sekali
Jenis pestisida                                       : tonakron, antrakron
Kondisi sekitar lahan                             : tomat, cabe, padi, jagung.
Irigasi lahan                                          : Air sungai
Hama utama                                         : belalang hijau
 Penyakit utama                                    : potong leher pada padi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4-1 Hasil
4.1.1 Kondisi Agroekosistem Dan Pengelolaannya
SYARAT TUMBUH
Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur19-270C , memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 - 7.
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

A.Benih
Dengan jarak tanam 25 x 25 cm per 1000 m2 sawah membutuhkan 1,5-3 kg. Jumlah ideal benih yang disebarkan sekitar 50-60 gr/m2. Perbandingan luas tanah untuk pembenihan dengan lahan tanam adalah 3 : 100, atau 1000 m2 sawah : 3,5 m2 pembibitan
B.Perendaman Benih

Benih direndam POC NASA dan air, dosis 2 cc/lt air selama 6-12 jam. tiriskan dan masukkan karung goni, benih padi yang mengambang dibuang. Selanjutnya diperam menggunakan daun pisang atau dipendam di dalam tanah selama 1 - 2 malam hingga benih berkecambah serentak.

C.Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Persemaian diairi dengan berangsur sampai setinggi 3 - 5 cm. Setelah bibit berumur 7-10 hari dan 14-18 hari, dilakukan penyemprotan POC NASA dengan dosis 2 tutup/tangki.
D. Pemindahan benih

Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 21-40 hari, berdaun 5-7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang hama dan penyakit.
F. Pemupukan

Pemupukan seperti pada tabel berikut, dosis pupuk sesuai dengan hasil panen yang diinginkan. Semua pupuk makro dicampur dan disebarkan merata ke lahan sesuai dosis.
G. PENGOLAHAN LAHAN RINGAN

Dilakukan pada umur 20 HST, bertujuan untuk sirkulasi udara dalam tanah, yaitu membuang gas beracun dan menyerap oksigen.

H.PENYIANGAN
Penyiangan rumput-rumput liar seperti jajagoan, sunduk gangsir, teki dan eceng gondok dilakukan 3 kali umur 4 minggu, 35 dan 55.
I.                   PENGAIRAN

Penggenangan air dilakukan pada fase awal pertumbuhan, pembentukan anakan, pembungaan dan masa bunting. Sedangkan pengeringan hanya dilakukan pada fase sebelum bunting bertujuan menghentikan pembentukan anakan dan fase pemasakan biji untuk menyeragamkan dan mempercepat pemasakan biji.
J. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

· Hama putih (Nymphula depunctalis)

Gejala: menyerang daun bibit, kerusakan berupa titik-titik yang memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi. Pengendalian: (1) pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami, menggugurkan tabung daun; (2) menggunakan BVR atau Pestona · ·Padi Thrips (Thrips oryzae)

Gejala: daun menggulung dan berwarna kuning sampai kemerahan, pertumbuhan bibit terhambat, pada tanaman dewasa gabah tidak berisi. Pengendalian: BVR atau Pestona.
· Wereng penyerang batang padi: wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), wereng padi berpunggung putih (Sogatella furcifera) dan Wereng penyerang daun padi: wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan N. impicticep).

Merusak dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Gejala: tanaman padi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil. Pengendalian: (1) bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, IR 48, IR- 64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; (2) penyemprotan BVR
· Walang sangit (Leptocoriza acuta)

Menyerang buah padi yang masak susu. Gejala buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak; pada daun terdapat bercak bekas isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam.Pengendalian: (1) bertanam serempak, peningkatankebersihan, mengumpulkan dan memusnahkan telur, melepas musuh alami seperti jangkrik, laba-laba; (2) penyemprotan BVR atau PESTONA
·Penyakit kresek/hawar daun

Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae) Gejala: menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering dan mati. Pengendalian: (1) menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36, IR 46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan; (2) pengendalian diawal dengan GLIO
· Penyakit kerdil

Penyebab: virus ditularkan oleh wereng coklat Nilaparvata lugens. Gejala: menyerang semua bagian tanaman, daun menjadi pendek, sempit, berwarna hijau kekuning-kuningan, batang pendek, buku-buku pendek, anakan banyak tetapi kecil. Pengendalian: sulit dilakukan, usaha pencegahan dengan memusnahkan tanaman yang terserang ada mengendalikan vector dengan BVR atau PESTONA.
· Penyakit tungro

Penyebab: virus yang ditularkan oleh wereng hijau Nephotettix impicticeps. Gejala: menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman kurang sempurna, daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang, pembungaan tertunda, malai kecil dan tidak berisi. Pengendalian: menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR 52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42 dan mengendalikan vektor virus dengan BVR.
K. PANEN DAN PASCA PANEN

·Panen dilakukan jika butir gabah 80 % menguning dan tangkainya menunduk
· Alat yang digunakan ketam atau sabit

· Setelah panen segera dirontokkan malainya dengan perontok mesin atau tenaga manusia
· Usahakan kehilangan hasil panen seminimal mungkin

Setelah dirontokkan diayaki (Jawa : ditapeni)

· Dilakukan pengeringan dengan sinar matahari 2-3 hari

· Setelah kering lalu digiling yaitu pemisahan gabah dari kulit bijinya.

· Beras siap dikonsumsi.

Kondisi agroekosistem pada dusun Guyangan,Desa Tlogomas,Lowok Waru, ini sebenarnya termasuk dalam kondisi yang tidak sehat. Hanya saja dusun ini mempunyai topografi daerah yang cukup bagus, karena desa ini tidak terlalu terletak pada daerah pegunungan sehingga pembentukan lahan untuk pertanian masih bisa ditata secara baik. Tidak seperti penataan pada lahan pertanian di daerah Cangar, disana pembentukan terasering yang seharusnya berlapis dari atas ke bawah tetapi di Cangar bentuk teraseringnya adalah sejajar dan menurun. Kondisi yang seperti itu biasanya sangat berpotensi terjadi erosi ataupun longsor.
Mengapa agroekosistem daerah ini bisa dikatakan tidak sehat? Karena pada dusun Guyangan, ini tanah atau lahan pertaniannya sudah terlalu banyak mengandung bahan kimia karena para petani di desa tersebut sering menggunakan pupuk kimia dibandingkan dengan pupuk organik. Kondisi yang seperti itu sebenarnya sudah sangat merugikan. Hal itu disebabkan karena semakin banyak kandungan kimia yang terkandung dalam tanah maka akan merusak tekstur serta struktur dari tanah di daerah tersebut. Tidak hanya itu, musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman para petani juga sudah tidak ada karena sudah keracunan dengan terlalu seringnya menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida yang berlebihan.
Hal demikian itu, mengakibatkan agroekosistem dari daerah tersebut tidak bagus karena tidak ada yang dapat menyeimbangkan populasi dari hama. Seharusnya jumlah populasi hama yang ada harus ada penyeimbangnya yaitu adanya populasi dari musuh alami. Campur tangan manusia pun seharusnya tidak begitu banyak. Sebenarnya manusia hanya bertugas untuk mengontrol adanya ambang ekonomi dari suatu hama. Jika musuh alami sudah tidak dapat memakan hama yang begitu banyak barulah manusia turut andil dalam pembasmian hama tersebut. Tetapi yang ada di daerah ini malah musuh alaminya sudah dapat dikatakan tidak ada lagi dan para petani lebih senang menggunakan pupuk kimia dan juga terlalu banyak menggunakan pestisida yang dosis pemakainannya juga sudah tidak pada takaran yang seharusnya. Pupuk yang digunankan pun difungsikan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah mereka yang sudah kering dan sedikit kandungan bahan organiknya.

4.1.2 Kendala Pengelolaan Agroekosistem Oleh Petani (Kendala HPT)
Kendala yang dirasakan oleh petani pada dusun Guyangan, ini adalah timbulnya penyakit seperti potong leher pada tanaman pangan mereka. Selain itu, kondisi tanah yang agak kering dan keras mengakibatkan mereka harus lebih sering mengolah tanah pada lahan pertanian mereka. Kondisi yang seperti ini sebenarnya sudah mereka rasakan sejak beberapa puluh tahun tang lalu. Menurut mereka kondisi tersebut terjadi karena seringnya mereka menggunakan pestisida dan juga pupuk kimia. Bagi para petani harga pupuk kimia lebih murah dibandingkan dengan pupuk alami dan juga tersedia di toko penyedia bahan pertanian. Sedangkan pupuk alami lebih mahal harganya dan sudah sulit dicari. Pada zaman dahulu para petani masih mau membuat pupuk alami sendiri, namun seiring berkembangnya zaman mereka sudah enggan membuat sendiri karena sudah ada pilihan pupuk kimia yang diproduksi oleh pabrik. Para petani menyadari akan dampak seringnya menggunakan pupuk kimia tanpa diimbangi dengan pupuk alami.
Selain masalah pupuk kimia yang lebih dipilih dan sering digunakan adapula kendala lain bagi para petani, yaitu penggunaan pestisida dengan dosis yang berlebihan mengakibatkan hilangnya musuh alami. Para petani berpikir bahwa serangga atau organisme apapun yang ada pada tanaman budidaya itu merupakan hama. Tanpa disadari hewan seperti semut rang-rang dan laba-laba merupakan musush alami yang dapat membantu petani untuk mengurangi populasi ulat yang menyerang. Akibat dari tanah yang sudah mengalami overdosis terhadap bahan-bahan kimia maka pada Dusun guyangan, ini sudah tidak ada musuh alaminya lagi. Serta penyakit yang sering muncul bagi tanaman sawi petani adalah busuk daun.

4.1.3 Upaya Untuk Mengatasi Kendala Pengelolaan Agroekosistem Oleh Petani
Begitu banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala yang dialami oleh para petani, hanya saja akibat pengetahuan para petani yang seadanya dan pemberian penyuluhan yang belum diterapkan seutuhnya maka para petani hanya menggunakan cara-cara yang dianggap benar dan cepat. Cara-cara yang digunakan adalah dengan menggunakan pestisida saat hama seperti ulat menyerang tanaman pangan mereka. Bagi para petani penyakit yang menggerogoti tanaman-tanaman mereka sudah sangat merugikan sehingga walaupun jumlah populasi penyaki sangat banyak petani sudah menyemprot lahannya dengan pestisida.
Seharusnya penggunaan pestisida itu adalah saat jumlah populasi hama itu benar-benar sangat banyak hingga merugikan tidak hanya bagi tanaman pangan tetapi juga bagi masyarakat sudah sangat menganggu.

4.1.4 Ambang Ekonomi Oleh Petani
Ambang ekonomi adalah batas toleransi yang diberikan manusia terhadap serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya. Dari pengamatan yang telah dilakukan, ambang ekonomi yang ada pada dusun tersebut sebenarnya masih dalam taraf yang dapat di toleransi. Saat pengamatan petani yang di wawancara adalah petani sawi manis. Menurutnya, batas ambang ekonomi bagi tanaman sawinya adalah jika kerusakan yang terjadi pada tanaman padinya sudah mencapai 45% dengan kondisi yang berlubang, dan dilakukan selama 15 hari sekali. Jika itu sudah terjadi maka tanaman tersebut harus dilakukan penyemprotan pestisida, karena jika dibiarkan menurut petani tersebut akan menurunkan nilai ekonomi dari sawi tersebut dan bisa sampai tidak laku saat dijual.

4.1.5 Penerapan PHT Di Daerah Tersebut
Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada dusun guyangan, desa tlogomas, petani tidak menggunakan PHT. PHT sendiri merupakan cara pengendalian hama dengan tidak menggunakan bahan kimia tetapi menggunakan musuh alami sebagai pembasmi hama.

4.2 Pembahasan
4.2.1.kondisi agroekosistem dilapang
Kondisi agroekosistem pada dusun Guyangan,Desa Tlogomas,Lowok Waru, ini sebenarnya termasuk dalam kondisi yang tidak sehat. Hanya saja dusun ini mempunyai topografi daerah yang cukup bagus, karena desa ini tidak terlalu terletak pada daerah pegunungan sehingga pembentukan lahan untuk pertanian masih bisa ditata secara baik. Tidak seperti penataan pada lahan pertanian di daerah Cangar, disana pembentukan terasering yang seharusnya berlapis dari atas ke bawah tetapi di Cangar bentuk teraseringnya adalah sejajar dan menurun. Kondisi yang seperti itu biasanya sangat berpotensi terjadi erosi ataupun longsor.
Mengapa agroekosistem daerah ini bisa dikatakan tidak sehat? Karena pada dusun Guyangan, ini tanah atau lahan pertaniannya sudah terlalu banyak mengandung bahan kimia karena para petani di desa tersebut sering menggunakan pupuk kimia dibandingkan dengan pupuk organik. Kondisi yang seperti itu sebenarnya sudah sangat merugikan. Hal itu disebabkan karena semakin banyak kandungan kimia yang terkandung dalam tanah maka akan merusak tekstur serta struktur dari tanah di daerah tersebut. Tidak hanya itu, musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman para petani juga sudah tidak ada karena sudah keracunan dengan terlalu seringnya menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida yang berlebihan.

                        Dari data yang diperoleh, didadapat hal-hal yang bisa ditelaah tentang kondisi agroekosistem. Terkait tentang masalah kondisi lahan, kendala pengolahan agroekosistem, upaya PHT, penerapan PHT, sampai pada ambang ekonomi.  Lahan yang berlokasi di daerah Guyungan tersebut sebenarnya belum bisa dikatagorikan lahan yang berkondisi baik, hanya saja lahan tersebut terletak di ranah topografi yang cukup baik sehingga cukup mendukung untuk kegiatan pertanian yang produktif. Serta keadaan lereng yang tidak terlalu seperti di daerah cangar selain mendukung produktifitas pertanian juga menghindari dari kondisi alam yang buruk seperti erosi dan longsor.
            Akan tetapi sebenarnya yang jadi masalah di pengolahan lahan ini adalah sudah tidak sehatnya lahan akibat terlalu banyak diberi makan bahan kimia, entah itu dari segi pemberian pestisida atupun pupuk. Kondisi yang seperti itu sebenarnya sudah sangat merugikan. Hal itu disebabkan karena semakin banyak kandungan kimia yang terkandung dalam tanah maka akan merusak tekstur serta struktur dari tanah di daerah tersebut. Tidak hanya itu, musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman para petani juga sudah tidak ada karena sudah keracunan dengan terlalu seringnya menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida yang berlebihan.
           4.2.2.analisi kendala
Hal ini juga bisa menyebabkan kendala yang signifikan pada pengolahan agroekosistemnya. Kondisi yang telah disebabkan oleh makin sedikitnya BO membuat tekstur dan struktur tanha sudah tidak remah dan gembur lagi, sehingga tampak agak keras. Kondisi tanah yang agak kering dan keras mengakibatkan mereka harus lebih sering mengolah tanah pada lahan pertanian. Termasuk dari kendala lainnya adalah lebih mahalnya produk pupuk ataupun pestisida organik dibanding dengan yang kimia, para petani merasa lebih enak dengan cara instan, dan belum banyak taunya petani bahwa kematian organisme sebangsa musuh alami itu tidak baik.
          4.2.3.Pengelolaan Agroekosistem yang baik
Pada pertanaman monokultur sangat sulit dilakukan pengendalian hayati yang tepat dan efisien karena kurang jelasnya penampakan efektif dari musuh alami dan adanya gangguan beberapa perlakuan dalam sistem ini. Sebaliknya pada pertanama polikultur, sumber-sumber daya tertentu untuk musuh-musuh alami telah tersedia karena adanya keragaman tanaman, lebih mudah untuk dimanipulasi dan tidak digunakannya pestisida. Mengganti atau menambah keragaman pada agroekosistem yang telah ada dapat dilakukan agar musuh alami efektif dan populasinya meningkat
dengan cara:
1. Menyediakan inang alternatif dan mangsa pada saat kelangkaan populasi inang
2. Menyediakan pakan (tepung sari dan nektar) parasitoid dewasa
3. Menjaga populasi hama yang dapat diterima pada waktu tertentu untuk
memastikan kelanjutan hidup dari musuh alami Strategi peningkatan musuh alami tergantung dari jenis herbivora dan musuh-musuh alaminya, komposisi dan karakteristik tanaman, kondisi fisiologis tanaman, atau efek langsung dari spesies tanaman tertentu. Ukuran keberhasilan peningkatan musuh alami juga dipengaruhi oleh luasnya areal pertanian, karena mempengaruhi kecepatan perpindahan imigrasi, emigrasi dan waktu efektif dari musuh alami tertentu di lahan pertanian. Seluruh strategi peningkatan keragaman yang digunakan harus didasarkan pada pengetahuan akan kebutuhan ekologis dari musuh-musuh alami. Untuk meningkatkan keefektifan musuh alami dapat dilakukan dengan memanipulasi sumber daya non target (mis.: inang atau mangsa alternatif, nektar, tepungsari, ruang dan waktu), sehingga bukan hanya kelimpahan sumber-sumber daya non-target saja yang dapat mempengaruhi populasi musuh alami, tetapi juga ketersediaan distribusi spatial dan dispersi sementara. Manipulasi sumber-sumber daya non-target akan merangsang musuh alami membentuk koloni habitat, sehingga meningkatkan kemungkinan musuh alami tetap tinggal pada habitatnya dan berkembang biak

          4.2.4. penerapan PHT
Lalu tentang aral penanggulangannya para petani hanya menggunakan cara-cara yang dianggap benar dan cepat. Cara-cara yang digunakan adalah dengan menggunakan pestisida saat hama seperti ulat menyerang tanaman pangan mereka. Bagi para petani penyakit yang menggerogoti tanaman-tanaman mereka sudah sangat merugikan sehingga walaupun jumlah populasi penyaki sangat banyak petani sudah menyemprot lahannya dengan pestisida. Bicara masalah penanggulangan tentunya ada hubungannya dengan ambang ekonomi. Ambang ekonomi adalah batas toleransi yang diberikan manusia terhadap serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya. Dari pengamatan yang telah dilakukan, ambang ekonomi yang ada pada dusun tersebut sebenarnya masih dalam taraf yang dapat di toleransi. Saat pengamatan petani yang di wawancara adalah petani sawi manis. Menurutnya, batas ambang ekonomi bagi tanaman sawinya adalah jika kerusakan yang terjadi pada tanaman padinya sudah mencapai 45% dengan kondisi yang berlubang, dan dilakukan selama 15 hari sekali. Jika itu sudah terjadi maka tanaman tersebut harus dilakukan penyemprotan pestisida, karena jika dibiarkan menurut petani tersebut akan menurunkan nilai ekonomi dari sawi tersebut dan bisa sampai tidak laku saat dijual.
Dan tentang implementasi PHT, pada studi kasus lahan ini tidak menggunakan PHT. Karena esensi dari penggunaan PHT adalh kombinasi dari pestisida kimia dan musuh alami sebagai pengusir OPT. Sedangkan pada lahan ini tidak menggunakan hal demikian.



BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
ü      Agroekosistem adalah ekosistem di lingkungan pengelolaan pertanian, yang terkait dengan ekosistem lainnya.
ü      Komponen agroekosistem: produktifitas, stabilitas, sustainibilitas, ekuibilitas
ü      Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan 13rganism pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan salah satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup
ü      Ambang ekonomi adalah batas toleransi yang diberikan manusia terhadap serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya

5.2  Saran
Dalam praktikum kali ini, kami mendapat poin pembelajaran yang lebih. Hal ini dikarenkan kami terjun langsung dan melihat keadaan pertanian. Ini tentunya bisa membuat apa yang kami lihat mudah diingat dan dipaham. Selanjutnya sebaiknya sering-sering seperti ini.














DAFTAR PUSTAKA
Kakinohana, H. 1997. Okinawa project to prevent reestablishment of the melon fly, actrocera cucurbitae and the Oriental fruit fly, Bactroceradorsalis, after eradication. The third Asia Pasific Conf. of Entomol. (APCE III). 38p.
Katti, G., I.C. Pasalu, N.R.G. Verma & K. Krishnaiah. 2001. Integration of pheromone mass trapping and biological control as an alternate strategy for management of yellow stem borer and leaf folder in rice.  Indian J. Entomol. 63:325-328.
Kogan, M. 1999. Integrated Pest Management: Constructive Criticism or            Revolutionism?Phytoparasitica 27(2):1-6.
Koperasi Ditjen BSP. 2004. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan.
               Jakarta. 490 hal.
Landis, D.A., S.D. Wratten & G.A. Gurr. 2000. Habitat management to conserve natural                        enemies of arthropod pests in agriculture. Annual
Review of Entomology 45: 175-201.
Listyaningrum, W.Y.A. Trisyono & A. Purwantoro. 2003. Seleksi resistensi
                 Plutella xylostella terhadap deltametrin. Agrosains 16:135-140.
Nuryanti, N.S.P. 2001. Kepekaan Beberapa Populasi Plutella xylostella di
                 Jawa Tengah dan Yogyakarta terhadap Deltametrin, Bacillus
thuringiensis dan Khlorfluazuron. Tesis. Fakultas Pertanian UGM
                yogyakarta. 69 hal.
Pranadji, T. & Saptana. 2005. Pengelolaan serangga
Tobing, M.C., A.Z. Siregar, Lisnawita & Meiriani. 2009. Penggunaan
                  protozoa Sarcocystis singaporensis (Apicomplexa: Sarcocystidae)
                  untuk pengendalian tikus sawah Rattus argentiventer. J. Hama dan
                  Penyakit Tumbuhan Tropika 9(1):39-45.
Trisyono, Y.A. 2006. Refleksi dan Tuntutan Perlunya Manajemen Pestisida. Pidato
ngukuhan Guru Besar UGM Yogyakarta.
Untung, K. 2004. Dampak pengendalian hama terpadu terhadap
pendaftaran dan penggunaan pestisida di Indonesia. J. Perlin. Tan.
Indo. 10:1-7.
Van Driesche, R.G. & T.S. Bellows Jr. 1996. Biological Control. Chapman
and Hall. New York.
Van Emden, H.F & Z.T. Dabrowski. 1997. Issues of biodiversity in pest
management. Insect Science and Applications 15:605-620.
Vandermeer, J. & I. Perfecto. 1995. Breakfast of biodiversity. Food First
Books, Oakland, California.
Wiryadiputra, S. 2006. Penggunaan perangkap dalam pengendalian hama
penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei). Pelita
Perkebunan 22(2): 101—118
http://www.pdfwindows.com/pdf/ambang-ekonomi-hama/























DATA SOSIAL-EKONOMI
Text Box: Pertanyaan Satuan 
Status pemilikan Lahan
Total lahan usaha
- Milik sendiri
- Sewa
- Lain-lain
Harga sewa lahan usaha 
Ha
Ha
Rp. 1.500.000/ 2000 m2
Ha
Rp.1.500.000 Milik sendiri / sewa / lain-lain
Lamanya Usaha Tahun  
Input Produksi
- Jumlah buruh penggarap
- Kebutuhan benih
- Banyaknya pupuk anorganik yang digunakan
- Banyaknya pupuk organik yang digunakan
- 
- Jumlah upah buruh
- Biaya pembelian benih
- 
- Biaya pembelian pupuk anorganik
- Biaya pembelian pupuk organik
- Biaya pembelian pestisida
- Biaya pemanenan
Total biaya input produksi 
3 Orang Rp. 20.000/ 0,5 hari
18 Kg
Sp 36 dan Phonska 2 Kg
Kg atau kuintal

Rp 20.000.
Rp.150.000/ 20kg
Rp.
Rp.
Rp.300.000
Rp.
Rp. 
Output Produksi
- Total hasil panen
- Dikonsumsi keluarga
- Dijual
- Harga jual seluruhnya
Total 
Kuintal atau ton
Kuintal
Kuintal
Rp.
Rp. 
 Nama Petani/Pengusaha        :TAMAJI













LAMPIRAN